Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hadits Dhaif

                                        siradjuddin abbas

Darulihtidaulislam.com.Ada juga orang yang membid'ahkan amal ibadat yang berdalilkan Hadist dha'if.Pendapat yang semacam begini adalah keliru kalau tidak akan dikatakan salah besar.

Hadits yang dha'if bukanlah Hadits yang maudhu' (hadits dibuat-buat) tetapi hanya Hadits yang lemah sanadnya, dan bukan Hadits yang tidak benar,bukan Hadits bohong, karena asalnya dari Nabi juga.

Hadits yang dikatakan dha'if atau lemah ini ialah Hadits yang derajatnya kurang sedikit dari Hadits shahih atau hadits Hasan.

Hal ini dapat dicontohkan umpamanya kepada sebuah Hadits dari Nabi, kemudian turun kepada Mansur,turun lagi kepada Zeid, turun lagi kepada Khalid dan akhirnya turun kepada lbnu Majah atau Abu Daud.

Ibnu Majah ataupun Imam Abu Daud membukukan Hadits itu didalam kitabnya.Kalau orang yang bertiga tersebut, yaitu Mansur, Zeid dan Khalid terdiri dari orang baik, dengan arti baik perangainya, saleh orangnya,tidak pelupa hafalan,maka hadistnya itu dinamai hadist shahih.

Baca juga: sejarah darah menstruasi (haid)

Tetapi kalau saja ketiga perawi tersebut atau salah satunya terkenal dengan akhlaknya yang kurang baik, umpamanya pernah kencing sambil berdiri, ,pernah makan sambil berjalan, pernah suka lupa dengan hafalannya, maka Haditsnya dinamai Hadits lemah (Dha'if).

Pada dasarnya (hakikat) Hadits yang semacam ini adalah dari Nabi juga,tetapi "sanadnya" kurang baik.Bukan Haditsnya yang kurang baik.

Ada lagi yang menyebabkan Hadits itu menjadi dha'if, ialah hilang salah aorang daripada perawinya. Umpamanya seorang Thabi'in yang tidak berjumpa dengan Nabi lalu mengatakan: "Berkatalah Rasulullah" pada hal ia tidak berjumpa dengan Nabi.

Hadits ini dinamai Hadits Mursal, yaitu Hadits yang dilompatkan keatas tanpa melalui jalan yang wajar,Hadits ini ialah dha'if juga.Dan masih banyak lagi yang menyebabkan atau menjadikan sebuah hadist itu menjadi dha'if.

Tentang memakai Hadits dha'if untuk dijadikan dalil, terdapat perbedaan pendapat diantara Imam-Imam mujtahid yaitu:

1. Dalam madzhab Imam Syafi'i Hadits dha'if tidak dipakai untuk daliI bagi penegak hukum,tetapi dipakai untuk "Fahailul A'mal". Maksud dari Fadhailul Amal ialah amal ibadat yang sunat-sunat.Yang tidak bersangkutan dengan orang lain,seperti berzikir,do'a,tasbih,wirid dan lain-lain.

Hadist mursal tidak dipakai juga bagi penegak hukum dalam madzhab imam syafi'i karena hadist mursal juga hadist dha'if,tetapi dikecualikan mursalnya seorang thabi'in yang bernama Sa'id Ibnul Musayyab.

2. Dalam madzhab Hambali lebih longgar lagi. Hadits dha'if bukan saja dipakai dalam Fadhailul Amal, tetapi juga bagi untuk menegak hukum,dengan syarat dha'ifnya itu tidak keterlaluan.

3. Imam Malik, Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad memakai Hadits dha'if karena mursal, baik untuk Fadhailul Amal maupun bagi penegak hukum.

Nah, di sini nampak jelas bahwa Imam-imam Mujtahid memakai hadits-hadits dha'if itu untuk dalil karena Hadits itu bukanlah Hadits yang dibuat-buat, tetapi hanya lemah saja sifatnya.

Oleh karena demikian tidaklah tepat kalau 'amal-'amal yang berdasarkan Hadist dha'if dikatakan bid'ah apalagi kalau dikatakan bid'ah dhalalah.

SEKIAN.......
ariv yabarwiel
ariv yabarwiel " DUNIA TEMPAT DITINGGAL BUKAN TEMPAT TINGGAL " by : Arifullah

Posting Komentar untuk "Hadits Dhaif"