Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sikap Toleransi Baginda Muhammad Saw Dalam Perjanjian Hudaibiyah

Perdamain negara,Perjanjian Hudaibiyah
       www.darulihtidaulislam.com

Setahun kemudian setelah perang Ahzab, Nabi mempunyai firasat, bersama para sahabat berziarah ke Ka'bah. Sebab, ziarah ke Ka'bah merupakan hak siapa saja, dan tidak akan dipengaruhi oleh hasil peran gBadar, Uhud ataupun Ahzab. Karenanya, tepat pada tahun 6 H.,Nabi dan 1.400 sahabat berangkat ziarah ke Ka'bah, tanpa menyandang senjata, kecuali pedang, karena pedang menurut kebiasaan bangsa Arab merupakan hiasan yang lazim dibawa.

Setiba pasukan kaum Muslimin di kota Makkah Mukarramah, ternyata suku Quraisy terlebih dahulu sudah bersiap-siap untuk mengusir kaum Muslimin agar kembali ke Madinah. Informasi ini diterima dari seorang yang bernama Budail, pemimpin suku Khuza'ah, meskipun ia bukan seorang Muslim.

Lalu, Nabi minta kepada Budail agar ia memberitahukan kepada kaum Ouraisy, bahwa kedatangan kaum Muslimin hamyalah untuk berziarah, tidak untuk perang. Di samping itu, ada usulan agar suku Quraisy mengadakan perdamaian dengan kaum Muslimin Lalu, umat Islam berkemah di Hudaibiyah, sehari perjalanan dari Makkah.

Suku Quraisy, ternyata sangat menyetujui usulan perdamai-
an tersebut, dan mereka mengirim seorang utusan bernama
"Urwah. Tetapi, la tidak berhasit mengonsep syarat-syarat
perdamaian. Lalu, Nabi mengirim utusan kepada suku Quraisy,
tetapi ia justru disiksa dan dianiaya.

Lalu, ada pasukan bersenjata musuh yang mengintai umat Islam, tetapi pasukan tersebut segera ditangkap. Tetapi mereka segera dibebaskan karena kaum Muslimin tidak berniat mengadakan peperangan.

Utusan kedua yang dikirim menghadap kaum Quraisy, adalah
Utsman bin Affan. la pun ditahan, dan didesasdesuskan sudah
dibunuh. Dan kaum Muslimin, setelah kasus ini, menganggap
perdamaian yang diinginkan sutit dicapai. Karenanya, mereka
bersikeras untuk mengadakan penyerbuan kepada kaum
Quraisy, meski mereka tidak bersenjata lengkap, sedang musuh
sangat kuat posisinya.

Dan untuk itu mereka berjanji di bawah sebatang pohon, yang dikenal dalam sejarah sebagai Baitur Ridhwan atau Baitusy Syajarah. Ketetapan hati kaum Muslimin ini ternyata sangat menggoyahkan perasaan suku Quraisy hingga mereka takut. Karenanya, buru-buru mereka mengutus Suhail bin Amr untuk membawa misi perdamalan.

Hasilnya, perdamaian bisa disepakati dan berlaku untuk
sepuluh tahun, dengan isi perjanjian sebagai berikut:

1. Orang islam mengurungkan ziarah, dan kembali ke Madinah.

2. Tahun berikut, kaum Muslimin dibolehkan mengadakan
ziarah, dengan syarat tidak boleh tinggal di Makkah melebihi
dari tiga hari.

3. Mereka tidak dibolehkan mengajak kaum Muslimin yang
tinggal di Makkah untuk diajak ke Madinah. Di samping
itu, kaum Muslimin tidak boleh menghalangi umat Islam
Madinah yang ingin tinggal di Makkah.

4. Kaum Muslimin yang melarikan diri ke kota Madinah, harus
dikembalikan ke Makkah, dan sebaliknya tidak demikian.

5. Seluruh suku -suku bangsa Arab, dibolehkan mengadakan
persekutuan dengan siapa pun.


Para sahabat, hampir seluruhnya merana keberatan terhadap
isi perjanjian tersebut. Tetapi, lantaran untuk menghormat
Nabi, mereka bersikap diam Di antara mereka, hanya Umar
yang memberanikan diri untuk mengajukan pertanyaan kepada
Nabi, di dalam rangka memohon penjelasan. "Bukankah
Rasulullah dan urusan kita ini adalah masalah kebenaran?
Tetapi, mengapa kita tinggal diam, padahal agama kita telah
dihina? Kenapa tuan tidak menceritakan bahwa kita sebenarnya akan mengadakan ziarah ke Ka'bah?" Nabi menjawab," sebagai pemimpin (Rasul) kalian aku tidak menyatakan dalam isi Perjanjian (hudaibiyah) itu yang bahwa tahun ini kita akan melakukan ziarah, Dan apa yang aku kerjakan ini, semuanya adalah perintah Allah!"

Nabi dan para sahabat kembali ke Madinah, dan mereka masih merasa dihina karena perjanjian tersebut. Tetapi, setelah baginda Rasullullah menerima wahyu Surat Al-Fath, yang menyatakan bahwa umat Islam dalam keadaan mendapat kemenangan, mereka semua merasa gembira.
Yang menjadi pertanyaan, apa benar perjanjian tersebut me
nunjukkan kemenangan umat Islam? Kenyataannya memang
demikian.

Sebab, pada tahun berikut, pengikut Rasul semakin bertambah, tidak kurang dari 3.600 orang. Jumlah orang yang masuk islam tersebut karena setelah melihat keluhuran akhlak kaum Muslimin, Dan mereka sadar, bahwa agama Islam itu tidak seperti yang disukan oleh kaum Quraisy.

AMIN...........
ariv yabarwiel
ariv yabarwiel " DUNIA TEMPAT DITINGGAL BUKAN TEMPAT TINGGAL " by : Arifullah

Posting Komentar untuk "Sikap Toleransi Baginda Muhammad Saw Dalam Perjanjian Hudaibiyah"